Ibu Abu pernah berkata padaku kalau beliau menerimaku menjadi pembantu rumah tangga dirumahnya karena usiaku yang masih muda. Beliau tidak tega melihatku teluntang-lantung di kota besar.
Usiaku memang masih 19 tahun dan adakala aku mengerti kalau aku dasarnya lumayan cantik, berbeda dengan para gadis-gadis di kampungku.
Namun pada akhir-akhir ini ada sesuatu yang cukup mengganggu pikiranku, yaitu tentang perlakuan anak majikanku Mas Wandi terhadapku. Mas Wandi ialah anak bungsu dari keluarga Bapak Abu. Ia masih kuliah di semester 3, sedangkan kedua kakaknya telah menikah.
Mas Wandi baik dan juga sopan terhadapku, jadi aku agak segan bila berada di dekat Mas Wandi. Sepertinya ada sesuatu yang mengetarkan di hatiku.
Kalau aku mau pergi ke pasar, Mas Wandi tidak segan-segan untuk mengantarkanku. Bahkan ketika naik mobil aku tak diperbolehkan oleh mas Wandi untuk duduk di belakang, harus berada di sampingnya. Aaahh..... Aku selalu menjadi tak Enak.
Pernah sutu malam sekitar pukul 20.30, Mas Wandi mau membuat mie instan di dapur, aku bergegas mengambil alih dengan alasan kalau yang dilakukannya adalah tugas dan kewajibanku untuk melayani majikanku. Tapi yang terjadi Mas Wandi justru katakan padaku, "Tak usah, Maya. Biar saya saja, nggak apa-apa kok.."
"Tak.... tak apa-apa kok, Mas," jawabku tersipu sambil menyalakan kompor gasnya.
Tiba-tiba saja Mas Wandi menyentuh pundakku. Dengan lalu dia berkata,
"Kamu sudah cukup seharian bekerja, Maya. Tidurlah sana, besok pagi-pagi kamu harus bangun kan....."
Aku hanya bisa menundukkan kepalaku tanpa bisa berbuat apa-apa lagi. Mas Wandi kemudian melanjutkan memasaknya. Namun diriku tetap terdiam di sudut dapur.
Cerita Dewasa Ngentot Dengan Pembantuku Maya
Lalu Mas Wandi kembali menegurku."Maya, kenapa belum masuk ke kamar. Nanti kalau kamu kelelahan dan terus sakit lo, yang repot kan kita juga nantinya. Sudahlah, aku bisa masak sendiri kok kalau hanya sekedar masak mie ini aja."
Belum juga abis kenanganku saat kami berdua lagi nonton televisi di ruang tamu, sedangkan pak Abu dan Ibu Abu tengah tidak ada di rumah. Entah kenapa tiba-tiba saja Mas Wandi menatapiku dengan cara lembut. Pandangannya membuatku menjadi salah tingkah.
"Kamu begitu cantik, Maya."
"Tapi kamu sangat berbeda, Maya. Pernah nggak bayangkan jika suatu saat nanti ada anak majikan mencintai pembantu rumah tangganya sendiri?"
"Aaaah..... Mas Wandi ini ada-ada saja lah. Mana ada cerita seperti itu sih," jawabku.
"Kalau kenyataannya ada, gimana?"
"Iya..... tak tahu deh, Mas...."
Kata-katanya tersebut yang hingga kini membuatku selalu gelisah. Apa benar ya yang dikatakan oleh Mas Wandi kalau ia mencintaiku? Bukankah ia anak majikanku sendiri yang tentunya orang kaya dan juga sangat terhormat, sedangkan diriku hanya seorang pembantu rumah tangga? Aaah, pertanyaan tersebut selalu terngiang di pikiranku.
Aku sudah memasuki bulan ke 8 masa kerjaku. Sore ini cuaca memang sedang agak sedikit hujan meski tidak lebat. Mobil Mas Wandi memasuki garasi. Kulihat Mas Wandi berlari menuju teras rumahnya. Aku segera mendekatinya dengan membawa handuk untuk menyeka tubuhnya Mas Wandi.
"Bapak belum pulang ya?" tanyanya kepadaku.
"Belum ni, Mas."
"Ibu.... pergi juga.....?"
"Ke rumah Bude, gitu ibu bilangnya."
Mas Wandi yang sedang duduk di sofa ruang tengah kulihat masih tidak berhenti menyeka kepalanya sambil membuka bajunya yang sedikit basah. Aku sudah menyiapkan segelas kopi susu panas lalu menghampirinya. Saat aku hampir meninggalkan ruang amu, kudengar Mas Wandi memanggilku. Kembali lah aku menghampirinya.
Cerita Dewasa Ngentot Dengan Pembantuku Yang Cantik
"Kamu tiba-tiba membuat aku minuman hangat untukku, padahal aku tidak menyuruhmu kan Maya", ucap Mas Wandi sembari bangkit dari tempat duduknya."Maya, aku mau bilang padamu bahwa aku menyukaimu."
"Maksud Mas Wandi bagaimana?"
"Apa aku harus jelaskannya?" sahut Mas Wandi padaku.
Tanpa sadar aku kini berdekatan dengan Mas Wandi dengan jarak yang cukup dekat, bisa diucapkan terlampau cukup dekat. Mas Wandi meraih kedua tanganku untuk digenggamnya, dengan sedikit tarikan yang dilakukan Mas Wandi maka tubuhku telah dalam posisi yang sedikit terangkat merapat ke tubuhnya.
Sudah pasti pula aku semakin dapat menikmati wajah ganteng yang sedikit basah akibat guyuran hujan. Demikian pula Mas Wandi yang semakin dapat pula menikmati wajah bulatku yang dihiasi bundarnya bola mataku dan juga mungilnya hidungku.
Kami berdua tidak bisa berkata-kata apa lagi, hanya bisa saling melempar pandangan tanpa tahu rasa masing-masing di dalam hati.
Tiba-tiba saja entah karena dorongan rasa yang seperti apa dan juga bagaimana bibir Mas Wandi menciumi setiap lekuk mukaku yang segera setelah sampai pada bagian bibirku, aku seketika membalas pagutan ciumannya. Kurasakan tangan Mas Wandi menelusuri naik ke arah dadaku, ke tempat gumpalan dadaku tangannya meremas-remas lembut yang membuatku tanpa sadar mendesah dan juga lebih menjerit dengan lembut.
Sampai disini perasaanku campur aduk, aku merasakan nikmat yang berlebih tapi pada bagian lain aku merasakan takut yang entah gimana aku harus melawannya.
Namun campuran rasa yang seperti ini segera terhapus oleh rasa nikmat yang mulaiku menghayati, aku terus menanggapi dan juga membalas setiap ciuman di bibirnya yang di arahkan di bibirku berikut setiap lekuk yang ada di bagian payudaraku. Aku semakin tak kuat menahan rasanya, aku menggelinjang menahan desakan dan juga gelora yang semakin panas.
Mas Wandi mulai melepaskan satu demi satu kancing baju yang kukenakan, sampai aku menjadi bugil dan memperlihatkannya kepada Mas Wandi.
Pembantuku Yang Cantik Dan Imut
Mas Wandi terus saja memainkan bibirnya pada pentilku, dikulumnya, diciuminya, bahkan ia menggigitnya kecil. Gejolak dan getaran yang tidak pernah kuterima sebelumnya ini, aku kini merasa melayang, terbang, dan aku ingin sekali menghayati langkah berikutnya, aku merasakan sebuah kenikmatan tanpa ada batasnya.Aku telah mencoba untuk memerangi gejolak yang meletup seperti gunung yang akan memuntahkan isinya. Namun suara hujan yang kian semakin deras, di tambah lagi dengan situasi rumah yang hanya tinggal kami berdua saja, serta bisik godaaan yang aku nggak tau darimana datangnya, semua itu membuat kami berdua makin larut di dalam permainan cinta terlarang ini.
Pagutan dan juga rabaan Mas Wandi ke seluruh tubuhku ini, membuatku pasrah saja dalam rintihan kenikmatan yang kurasakan itu. Tangan Mas wandi mulai membuka pakaian yang dikenakannya, ia pun sekarang telanjang bulat.
Aku nggak tahan lagi, segera ia menarik dengan keras celana dalam yang kupakai. Tangannya terus saja bergriliya sekujur tubuhku. Kemudian saat tertentu tangannya membimbing tanganku untuk menuju tempat yang diharapkannya dari tadi. Mas Wandi dan terdengar merintih.
Payudaraku yang mungil dan juga padat tidak pernah lepas dari remasan tangan Mas Wandi. Sementara itu tubuhku yang telah telentang di bawah tubuh Mas Wandi menggeliat-liat seperti cacing yang sudah kepanasan. Sehingga lenguhan di antara kami mulai terdengar sebagai tanda permainan ini telah berakhir.
Keringat berada di sana-sini sementara pakaian kami terlihat berserakan dimana-mana. Ruang tamu ini menjadi begitu berantakan terlebih lagi dengan sofa tempat kami bermain cinta denga penuh gejolak.
Ketika senja mulai tipa, usailah pertempuran nafsuku dengan nafsu Mas Wandi. Kami duduk masih di sofa, tempat tadi kami melaksanakan sebuah permainan cinta, dengan rasa sesal masing-masing menggelora dalam hati kami. "Aku tak akan mempermainkan kamu, Maya. Aku lakukan ini karena aku sangat mencintai kamu Maya. Aku begitu sungguh-sungguh, Maya. Kamu mau mencintaiku tidak.....?" Aku terdiam tidak mampu menjawab sepatah katapun dari mas Wandi.
Ngentot Dengan Maya Di Sofa
Mas Wandi membasuh butiran air bening di sudut mataku, lalu menciumi pipiku. Seolah-oleh ia menyatakan bahwa hasrat hatinya padaku adalah kejujuran cintanya itu, dan itu akan mampu membuatku yakin akan ketulusannya itu.Meskipun aku tetap bertanya di dalam sesalku ini, "Mungkinkah Mas Wandi akan menikahiku sedangkan aku hanya seorang pembantu rumah tangga?"
Sekitar pukul 21.00 malam, barulah rumah ini tidak berbeda dengan waktu-waktu kemarin. Bapak dan juga Ibu Abu seperti biasanya tengah menikmati tayangan acara televisi, dan juga Mas Wandi mengurung diri di kamarnya. Yaaah, seolah tidak ada peristiwa apa-apa yang pernah terjadi di ruang tengah.
Sejak permainan cinta yang penuh nafsu yang kami lakukan, waktu yang berjalan pun tidak terasa telah memaksa kami untuk terus bisa mengulangi lagi nikmat dan juga indahnya permainan cinta terlarang tersebut. Dan juga yang pasti aku menjadi seorang yang harus bisa menuruti kemauan nafsu yang ada di dalam diriku ini. Tidak peduli lagi siang ataupun malam, di sofa ataupun di dapur, asal keadaan rumah lagi sepi, kami selalu tenggelam dalam permainan cinta terlarang kami.
Selalu saja tiap kali aku memikirkan sebuah gaya di waktu permainan cinta terlarang kami, tiba-tiba saja nafsuku berkobar hingga melaksanakan gaya yang sedang melewati dalam benakku itu. Kadang-kadang aku pun melakukannya sendiri di dalam kamar dengan membayangkan wajah Mas Wandi.
Terlebih saat di rumah sedang ada Ibu Abu namun tiba-tiba saja nafsuku berkobar, aku masuk kamar mandi dan memberikan isyarat kepada Mas Wandi untuk mengikutinya. Untung saja kamar mandi bagi pembantu di keluarga ini letaknya ada di belakang rumah jauh dari jangkauan tuan rumah. Kami melampiaskan di sana dengan penuh gejolak di bawah guyuran air, dengan lumuran busa sabun di sana-sini yang rasanya menciptakan kami semakin menikmati sebuah rasa tanpa batas tentang kenikmatan cinta terlarang.
Maya Pemuas Nafsuku
Setiap kali usai melakukan hal tersebut dengan Mas Wandi, aku selalu dihantui oleh sebuah pertanyaan yang itu saja dan dengan sangat mudah mengusik benakku: "Bagaimana ya jika aku hamil nantinya? Bagaimana ya jika Mas Wandi malu mengakuinya, apakah keluarga Bapak Abu mau memperkenankan kami berdua untuk menikah dan menyetujui sebagai menantunya? Atau aku bakal di usir dari rumah ini? Atau bisa juga aku disuruh untuk menggugurkan kandungan ini?" Aaah...... pertanyaannya ini benar-benar membuatku seolah-oleh gila dan ingin menjerit sekeras-kerasnya.Apalagi Mas Wandi selama ini hanya berucap saja: “Aku mencintaimu, Maya.” Seribu juta kalipun kata tersebut terlontar dari mulut Mas Wandi, tidak akan berarti apa pun jika Mas Wandi tetap diam tidak berterus terang dengan keluarganya atas apa yang telah terjadi dengan kami.
Akhirnya terjadilah apa yang selama ini aku takutkan, kalau aku mulai sering mual-mual dan muntah-muntah, yaah.... aku hamil! Mas Wandi mulai gugup dan panik atas kejadian ini.
"Kenapa kamu bisa hamil sih Maya?" Aku hanya diam tidak bisa menjawab.
"Bukankah aku sudah memberikanmu pil supaya kamu tidak hamil. Kalau begini kita juga yang repot....."
"Kenapa mesti repot-repot Mas? Bukankah Mas Wadni sudah berjanji ingin menikahi Maya?"
“Iya...... iya..... tetapi tak secepat ini Maya. Aku masih mencintaimu, dan juga aku dan aku pasti akan menikahimu. Tapi bukan sekarang. Aku masih butuh waktu yang tepat untuk bicara dengan Bapak dan juga Ibuku bahwa aku mencintaimu....."
Yah.. setiap kali aku mengeluh soal perutku yang kian bertambah besar dari hari ke hari, Mas Wandi selalu kebingungan sendiri dan tidak pernah mendapatkan jalan keluarnya. Aku jadi semakin terdesak oleh kondisi dalam rahimku yang tentunya kian membesar ini.
Genap di usia tiga bulan kehamilanku, kukekarkan hatiku untuk menjejakan kaki pergi dari rumah keluarga Bapak Abu. Lalu kutinggalkan semua kenangan duka maupun suka yang selama ini kuperoleh di rumah keluarga Pak Abu. Aku tak akan menyalahkan Mas Wandi. Ini semua salahku yang tidak mampu menjaga kekuatan dinding imanku.
Enaknya Ngentot Dengan Pembantuku
Waktu Subuh pagi ini aku menjauhi rumah ini tanpa pamitan, setelah kusediakan sarapan dan sepucuk surat di meja makan yang isinya kalau aku pergi karena aku sadar bersalah kepada keluarga Bapak Abu.Hampir setahun setelah kepergianku dari keluarga Bapak Abu, Aku kini telah bisa menikmati kehidupanku sendiri yang tidak selayaknya aku jalani, namun aku begitu bahagia. Hingga pada suatu pagi aku membaca surat di tabloid terkenal.
Surat itu isinya kalau seorang pemuda Wandi mencari dan juga mengharapkan isterinya yang bernama Maya untuk segera pulang. Pemuda tersebut tampak sekali berharap bisa bertemu dengannya lagi si calon isterinya itu, karena ia begitu mencintainya.
Aku tahu dan juga mengerti benar siapa calon isterinya itu. Namun aku sudah tak ingin lagi dan aku sadar, aku tak pantas untuk berada di rumah itu, rumah tempat tinggal pemuda bernama yang bernama Wandi itu. Aku sudah tenggelam di dalam kubangan ini.
Andai saja Mas Wandi suka pergi ke lokalisasi, tentu ia tak perlu harus menulis surat pembaca. Mas Wandi pasti akan menemukan calon istrinya yang sangat ia cintai. Agar Mas Wandi mengerti bahwa hingga kini aku masih merindukan kehangatan cintanya itu. Cinta yang pertama dan juga terakhir bagiku.
EmoticonEmoticon